Senin, 26 Oktober 2015

Tugas Kelompok Teks Sejarah ( Damarjiwa (08), Deajeng (10), Meilina (15), Yoga Ardi (23) )

Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam, Pondok Pesantren Pertama di Tegalrejo


        Pondok Pesantren merupakan salah satu bentuk saluran pendidikan Islam pertama yang berkembang sejak adanya proses penyebaran agama Islam di seluruh Indonesia. Selain itu, adanya peranan ulama dalam proses penyebaran agama Islam di Tegalrejo membuat tekad salah satu ulama setempat untuk mendirikan pondok pesantren yang hingga saat ini masih terjaga eksistensinya. Salah satu pondok yang terkenal di Tegalrejo adalah Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) yang terkenal hingga seluruh Pulau Jawa dan sekitarnya. Pondok Pesantren ini memiliki salah satu alumni yang terkenal. Salah satunya adalah Gus Dur yang pernah menjadi santri di pondok pesantren ini. Sepatutnya jika pondok ini telah dikenal masyarakat.
          KH. Chudlori, pendiri Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) pada tanggal 15 September 1944. Beliau seorang ulama berasal dari Tegalrejo dan merupakan menantu dari KH. Dalhar pengasuh Pondok Pesantren ”Darus Salam” Watucongol Muntilan Magelang. Nama pondok pesantren ini semula tanpa bernama seperti pondok pesantren lainnya. Setelah berkali – kali mendapatkan usaulan dari rekan – rekannya, pada tahun 1947 pondok ini telah bernama Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) dimana nama tersebut berasal dari ide beliau setelah salat istikharah. Dengan nama ini diharapkan agar para santrinya kelak di masyarakat mampu dan mau menjadi guru yang mengajarkan dan mengembangkan syariat - syariat Islam.
         
          Latar belakang berdirinya pondok pesantren ini berawal dari semangat jihad ”I’Lai kalimatillah” yang terdapat dalam jiwa beliau. Kondisi yang memprihatinkan di daerah Tegalrejo saat itu dengan adanya perbuatan – perbuatan yang dinilai tidak terpuji menurut Islam karena saat itu mayoritas masyarakat setempat masih menganut aliran kejawen. Sering kali kegiatan belajar mengajar terganggu akibat perbuatan – perbuatan negatif. Namun semua ini dapat beliau jalani dengan penuh kesabaran dan ketegaran. Setelah sekian lama, perkembangan budaya – budaya negatif telah sirna dan perkembangan Islam terus berkembang.
Saat kedatangan Belanda tahun 1948 pondok ini diserbu “Kles II” dimana bagian gedung API yang sudah ada diporak porandakan. Sejumlah 36 kitab termasuk Kitab milik beliau dibakar hangus. Sementara santri - santri termasuk beliau mengungsi kesuatu desa yang bernama Tejo kecamatan Candimulyo. Kegiatan belajar mengajar nyaris terhenti. Pada akhir tahun 1949 situasi terlihat aman beliau kembali mengadakan kegiatan belajar mengajar kepada masyarakat sekitar dan santri. Sejak  itulah API berkembang pesat seakan bebas dari hambatan, sehingga mulai tahun 1977 jumlah santri sudah mencapai sekitar 1500-an. Inilah puncak prestasi beliau di dalam membawa API ke permukaan umat. Akan tetapi, pada tahun ini beliau wafat dan digantikan oleh putranya.
Selain adanya pondok pesantren, juga terdapat makam KH. Chudlori pendiri Pondok Pesantren API. Setiap tahunnya pondok ini sering mengadakan acara besar yang disebut Khataman. Seiring berjalannya waktu jumlah santri yang berdatangan untuk menuntut ilmu semakin banyak. Apalagi semenjak pengasuh pondok dipegang oleh KH Chanif CH dan KH Mudrik CH.     

   
         

  

Selasa, 20 Oktober 2015

Warsidah, Wanita Pengisi Hidupku

Warsidah merupakan sosok yang telah berusaha keras melahirkan anaknya dan membesarkannya hingga dewasa. Beliau juga merupakan tempat muara kasih sayang pertama kali dalam keluarga. Seluruh anaknya diharapkan menghormati dan berusaha tidak membuatnya marah. Hanya sekarang kewajiban kita sabagai anak hanya cukup membuat beliau bangga kepada kita.  
        Warsidah, yang mengisi hidupku sejak lahir hingga sekarang. Lahir di Magelang, 20 April 1961. Beliau merupakan putri keempat dari sembilan saudara, diantaranya Suyati, Wartiah, Sudarto, Warsidah, Maryati, Siti Utami, Puji Lestatri, Slamet Saputro dan Puji Rahayu. Orang tuanya, Sucipto Rahajo (alm.) yang bekerja sebagai kontraktor pembangunan dan ibunya Yatinah (almh.) yang bekerja ibu rumah tangga. Beliau dulu tinggal di sebuah dusun kecil yang bernama Dsn. Pending.
        Beliau dulu sekolah di SD Negeri Girirejo pada tahun 1973, SMP Kristen pada tahun 1977, SMA Muhamadiyah 1 Magelang dan D3 Administrasi Bisnis (Bisnis RS) di STIA Mandala Indonesia Jakarta pada tahun 2009.
        Berbagai macam perjalanan hidup yang harus beliau lalui. Dimulai dari tahun 1970, beliau ikut bersama bibinya di Dsn. Beran. Tahun 1976, beliau ikut dan tinggal bersama kakak pertama di Kebonpolo hingga tahun 1985. Tanggal 1 Desember 1985, beliau diangkat sebagai karyawan di sebuah rumah sakit Kota Magelang. Beliau pulang kembali ke rumanhya pada tahun 1988. Pada tahun yang sama pula terjadi hal yang menyedihkan baginya yaitu kehilangan seorang  ibunya dan saat itulah beliau memutuskan untuk kembali ikut dan tinggal bersama kakak pertama kembali selama satu tahun. Tahun 1989 beliau memutuskan untuk menikah dengan seorang pria yang ternyata tinggal di dusun sebelah dan mulai tinggal di sebuah aspol yang terletak di Tegalrejo.Tahun 1990, merupakan awal kebahagiaan bagi mereka dengan kelahiran putra pertama dan selang 8 tahun kemudian, lebih tepatnya tahun 1998 kelahiran putri yang kedua. Dengan adanya dua pahlawan kecil diharapkan dapat membanggakan kedua orang tuanya kelak nanti. Amin.

Tahun 2007 merupakan peristiwa menyedihkan itu terulang kembali dengan ayahanda beliau yang telah bekerja keras demi keluarganya itu meninggal dunia. Penanaman kedisiplinan, kerja keras, rasa prihatin dan keinginan yang kuat oleh anak-anaknya telah membuahkan hasilnya. Beberapa putra-putrinya dapat bekerja dan menjadi orang sukses sampai saat ini. Oleh beliau diturunkan ajaran-ajaran dari ayah dan ibunya kepada anak-anaknya dan diharapkan dapat disalurkan hingga cucu dan cicitnya.